Siapapun yang mengenalku tentu tahu bahwa sejak kapanpun mereka kenal, aku telah beragama Katolik. Di KTP juga tercantum agamaku: Katolik. Namun, sesungguhnya dalam sejarah hidupku, aku tidak pernah memilih Katolik sebagai agamaku. Begitulah kenyataannya, aku beragama Katolik sebab aku dibaptis saat masih bayi. Ayah dan Alm. Ibukulah yang memutuskan bahwa aku harus menyandang nama indah seorang Santa dan Katolik menjadi agamaku.
Aku sendiri sering bertanya: bagaimana bisa terjadi? Jika aku bertanya pada Romo atau para ahli Kitab Suci tentu akan segera diambilkan ayat Alkitab berikut: Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu (Yoh. 15:16). Pernah pula aku mendapat kiriman kalimat ini: Tuhan sudah menentukan jalan hidupmu bahkan sebelum kamu dilahirkan di dunia (sayang, lupa ada di bagian mana).
Sebelum menikah, Ayahku seorang Muslim dari keluarga besar Muslim dan demikian pula keluarga (Almarhum) Ibuku (sebagian Muslim dan sebagian Kristen). Mereka menempuh jalan hidup masing-masing, sejak mereka dilahirkan hingga dewasa. Hingga suatu saat bertemulah mereka membentuk keluarga. Dan melalui sebuah proses panjang keduanya menjadi Katolik. Bukan hanya beragama Katolik saja, keduanya lalu menjadi guru pelajaran Agama Katolik di Sekolah dan menjadi Katekis di Gereja. Tentu saja, itu terjadi setelah melalui jalan panjang dan berliku-liku. Aku sendiri hampir tidak percaya bila mendengar kisahnya. Sayang aku tidak akan menceritakan kisahnya di sini… karena dalam tulisan ini akulah peran utama... ;)
Jika demikian kronologisnya, aku memang harus yakin bahwa Allah sendiri yang memilih aku. Mula-mula Allah memilih kedua orang tuaku, dan lalu memilihku. Allah sudah menentukan bahwa aku akan hadir di dunia melalui pasangan Ayah dan (Almarhum) Ibuku. Tak ada lagi yang patut kuragukan, bukan?
Lalu mengapa aku tetap beragama Katolik hingga dewasa kini? Tak ada Undang-Undang yang melarang jika aku tertarik, ingin mempelajari, lalu berpindah ke agama lain, bukan? Inilah pokok persoalannya! Mungkin karena Allah sudah memilihku, sepertinya tak ada celah bagiku untuk meninggalkanNya. Bisa jadi Allah telah mengikatku sedemikian rupa hingga aku tak bisa lepas. Sejak kecil aku sudah tertarik dengan segala macam hal beraroma Katolik. Sekolah Minggu dengan lagu-lagu dan cerita-cerita seru; peran-peran dalam teater Natal - dari peran kecil hingga peran tertinggi sebagai Ibu Yesus (haha.. maaf, ini hanya kebanggaan masa lalu); juga masa remajaku yang penuh kegembiraan dengan segala aktivitas khas Muda-mudi Katolik (paduan suara, camping, beracara ini itu, atau sekedar kumpul bersama). Lalu aku mendapat tugas mengajar adik-adik Sekolah Minggu hingga bertahun-tahun. Semua sekolah yang mendidikku dari TK hingga Perguruan Tinggi juga sekolah Katolik dengan segala kekhasannya.
Kini setelah dewasa kegiatanku bersama rekan-rekan seiman tidak seintens dahulu. Tapi tetap saja belum pernah ada setitik ketertarikan apalagi keinginan meninggalkan agamaku. Mungkin dalam perjalanan hidupku-melalui jutaan suka dan duka, iman Katolik itu tumbuh dan berakar semakin kuat. Entahlah itu hanya analisisku. Karena akupun tak tahu sejak kapan dan bagaimana aku memutuskan bahwa aku akan tetap menjadi seorang Katolik.
Namun yang pasti... dari sekian banyak hal dalam Katolik, satu hal yang paling menarik bagiku adalah KASIH. Perbuatan sebaik apapun jika kamu melakukannya tanpa Kasih, itu tidak ada artinya. Pada kenyatannya sangat sulit untuk dilakukan. Aku masih sering memberi pertolongan dengan suatu pamrih atau melakukan sesuatu dengan bersungut-sungut. Sehingga bagiku sangatlah mengagumkan KASIH ALLAH melalui Yesus yang rela mati disalibkan benar-benar terjadi.
Meskipun pada kenyataannya menjadi seorang Katolik itu tidaklah gampang. Terutama pada masa-masa berada pada kesulitan tertinggi dalam kehidupan manusiawiku. Karena sering kali sisi manusiawiku ingin meraih segala kebahagiaan yang ditawarkan oleh dunia ini. Saat itu, aku selalu memohon bantuan doa Bunda Maria agar aku mampu meneladan kesetiaan Beliau pada Yesus, agar Imanku akan Yesus tak goyah dan tak tergantikan oleh kebahagiaan duniawi apapun.
Katolik memang bukan agama pilihanku, tetapi menjadi “seorang Katolik” adalah pilihan hidupku. Karena aku yakin Allah sendiri yang telah memilihku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar